Sebagai negeri yang memiliki tanah subur dan potensi besar di dunia pertanian, Indonesia justru banyak mengimpor berbagai komoditas pangan misalnya jagung.
Dilansir Badan Pusat Statistik (BPS), angka impor jagung per September 2024 mencapai 158,60 ribu ton. Angka ini sangat fantastis bila dibandingkan dengan jumlah impor komoditas yang sama pada tahun lalu sebesar 54,65 ribu ton.
Bila dikonversikan dalam bentuk uang, maka Indonesia sudah menggelontorkan dana sebesar US$ 38,47 juta di bulan September 2024, atau naik 167,97% dibanding September 2023 dengan nilai US$ 14,35 juta.
Diimpor dari Beberapa Negara Sekaligus
Indonesia mendatangkan jagung dari beberapa negara sekaligus, antara lain Argentina seberat 351,14 ribu ton. Lalu, dari Brazil seberat 256,83 ribu ton, Amerika Serikat 3,29 ribu ton, Pakistan 13,07 ribu ton, dan Thailand 315,46 ton.
Dikutip dari Plt Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti, mulai dari Januari hingga September 2024 impor jagung 967,92 ribu ton dengan nilainya US$ 247,94 miliar.
Mengapa Indonesia Masih Impor Jagung?
Pasti muncul pertanyaan di benak kita semua, ‘mengapa Indonesia masih harus mengimpor jagung padahal termasuk kedalam negara agraria?’
Salah satu penyebabnya adalah produksi panen jagung secara nasional tidak kontinyu dan fluktuatif, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi jagung tahun ini.
Produksi panen yang tidak menentu disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah anomali cuaca sehingga membuat produksi jagung menurun.
Tidak hanya itu, Indonesia juga masih bergantung pada impor pupuk guna menunjang hasil panen.
Harga pupuk yang tidak terjangkau oleh petani, menjadi penghambat proses penanaman dan panen jagung di tanah air.
Baca Juga: Wow, Prabowo Bertekad RI Swasembada Pangan dalam 4 Tahun
Apakah Kita Bisa Mengurangi Impor Bahan Pangan?
Tidak hanya jagung, Indonesia masih banyak mengimpor berbagai bahan pangan seperti beras, sayuran, bahkan daging.
Kita bukanlah negara yang berdiri di atas tanah gersang. Justru, Indonesia adalah negara yang ideal untuk membangun sektor pertanian dan perkebunan.
Edukasi yang merata, misalnya bisa menjadi salah satu solusi untuk kembali membangkitkan pertanian di Indonesia.
Regenerasi petani muda juga penting, seperti yang kita ketahui profesi sebagai petani kebanyakan dilakoni oleh masyarakat di usia lanjut.
Pemerintah juga harus memastikan bantuan seperti modal dan peralatan tani diberikan secara tepat sasaran guna menunjang hasil panen lebih maksimal.
Bila sektor pertanian sudah kuat, maka tidak perlu lagi menggelontorkan banyak dana untuk mengimpor berbagai komoditas pangan.