Tidak hanya mencekik buruh serta karyawan, UU Cipta Kerja juga menyebabkan petaka bagi keberlangsungan hidup petani.
Mengapa? UU Cipta Kerja menjadi salah satu penyebab terhambatnya Indonesia dalam mewujudkan kedaulatan pangan.
Petani tidak dapat meningkatkan taraf hidup karena terbelenggu oleh undang-undang yang justru menguntungkan pihak eksportir.
Ya, adanya UU Ciptaker justru memudahkan pihak luar untuk melakukan impor berbagai komoditas ke Indonesia.
“impor menjadi semakin gampang dilakukan dan jelas merugikan petani kita. Sebagai contoh dalam komoditas beras, pada tahun 2023 kita mencatatkan angka impor beras terbesar dalam 5 tahun terakhir.
Padahal seharusnya kita berfokus pada perbaikan produksi dalam negeri, namun UU Cipta Kerja justru mengubah fokus tersebut sehingga impor menjadi opsi yang dipilih pemerintah,” tegas Henry Saragih, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) pada Kamis (16/10/2024).
Tidak hanya soal impor, Henry Saragih menuturkan bahwa masih banyak faktor lainnya yang menjadi penyebab terhambatnya perkembangan pertanian di Indonesia.
Pertama adalah pemenuhan hak petani atas tanah masih sangat terabaikan, apalagi dengan adanya UU Cipta Kerja yang justru tidak berpihak pada petani dan produsen pangan skala kecil lainnya.
Salah satunya ialah konversi lahan pangan ke non-pangan atas nama Pembangunan hingga Proyek Strategis Nasional (PSN); pembentukan Bank Tanah yang memperparah konflik agraria.
Baca Juga: Impor Jagung RI Melambung di September 2024 Hingga 200%
Tidak hanya itu, Pelepasan Kawasan Hutan untuk proyek Food Estate juga jelas merugikan para petani dan lingkungan.
Harga pangan di Indonesia yang tidak stabil juga kerap merugikan para petani. Fluktuasi harga yang terjadi beberapa tahun ke belakang disebabkan oleh lemahnya pengaturan harga pangan oleh pemerintah.
Maka dari itu, penghapusan UU Cipta Kerja dapat menghapuskan aturan yang merugikan petani seperti perampasan tanah, kemudahan impor pangan, alih fungsi lahan, dan lainnya.